Senin, 28 Desember 2009

TIDUR SIANG

Setelah bangun tidur pagi hari tadi aku membuat secangkir kopi. Sambil menikmati indahnya pagi hari lamunanku teringat pada tulisan salah satu kawan yang bernama doni usman tentang “tidur siang”. Sangat sederhana namun menarik untuk dihayati karena ia adalah sebuah kebiasaan beberapa manusia yang efeknya bersinggungan langsung dengan kesehatan.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=153989149283
Kebiasaan tersebut di beberapa tempat sudah menjadi budaya tak terkecuali Indonesia. Di daerah saya sendiri ada beberapa orang yang sengaja menghentikan aktifitasnya hanya sekedar pingin tidur siang. Tentu saja dengan pengurangan waktu kerja timbul konsekuensi-konsekuensi lanjutan. Beberapa lembaga pendidikan otonom semisal pondok pesantren, asrama sekolahan bahkan menetapkan tidur siang sebagai salah satu kewajiban yang harus dilakukan seorang murid.
Ada sabda baginda Rasul yang berkaitan dengan terma ini
قيلوا فإن الشياطين لا تقيل
“tidur sianglah kamu maka sesungguhnya Syetan tidak tidur siang”.
Penggalan teks hadis di atas memberi pemahaman bahwa saat syetan tidak tidur siang dan melakukan pekerjaannya maka akan sangat baik bagi kita untuk menghentikan aktifitas karena dengan aktifitas kita yang bersamaan dengan perkerjaan Syetan dapat memungkinkan pekerjaan tersebut masuk di tengah-tengah aktifitas kita.
Sekilas tampaknya tidak ada hubungan logis antara pekerjaan kita dengan aktifitas Syetan. Tapi akan lebih jelas umpama persinggungan tersebut kita deskripsikan. Semisal ada seseorang bekerja mulai pagi sampai siang. Saat waktu menginjak dluhur ada guratan kelelahan yang menyelimuti wajahnya. Di satu sisi ada kawan seseorang tersebut mengajaknya bercanda, yang terjadi kemudian bukannya gelak tawa bersama melainkan pertengkaran antara keduanya.
Kiranya tidak salah Rasulullah kemudian menganjurkan “tidur siang” sebagai pendingin otak di saat pikiran mencapai titik kulminasi yang membuka pintu masuk syetan menjadi lebar melalui marah. Selain itu, tidur siang juga sangat efektif meningkatkan fungsi-fungsi organ kita menjadi lebih fresh dalam menjalani aktifitas sesudahnya.
Namun pertanyaan selanjutnya adalah, apakah tidur siang menjadi sebuah Syari’at dari baginda Rasul ataukah pemikiran tersebut hanya ijtihad beliau ?
Di dalam durrul mantsur fii al ta’wil disebutkan, saat Umar bin Abdul Aziz berpesan melalui surat kepada salah satu pengajar putra-putranya beliau menulis “maka sesungguhnya Ibnu mas’ud berkata “Wahai putraku, tidur sianglah maka sesungguhnya Syetan tidak tidur”. Dari kutipan tersebut ada kesan seolah-olah Umar bin Abdul Aziz memposisikan tidur siang sebagai kebutuhan tubuh dan bukan sebagai Syari’at dari Rasulullah. Karena kalau beliau menganggap bahwa itu adalah bentuk tasyri’ maka akan sangat masuk akal dalam surat tersebut beliau menisbatkan langsung ke baginda Nabi dan bukan Ibnu ms’ud.
Kalau diteliti lebih lanjut ternyata ada beberapa catatan penting mengenai hadis di atas. Abu Na’im Al Asbihany dalam bukunya “akhbar ashbihan” menguatkan kedudukan hadis tersebut. Beliau berkata
حدثنا محمد بن أحمد بن عبد الوهاب ، ثنا عبد الله بن عمر بن يزيد الزهري ، ثنا أبي ، ثنا أبو داود الطيالسي ، ثنا عمران القطان ، عن قتادة ، عن أنس ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قيلوا فإن الشياطين لا تقيل
Abu Nai’m Al Asbihany mendapatkan hadis ini dari Muhamad bin Ahmad bin Abdul Wahab dari Abdullah bin Umar bin Yazid Al Zuhri dari bapaknya (Umar) dari Abu Daud Al Thoyalisi dari Imran Al Qoththon dari Qotadah dari Anas Ra dari Rasulullah Saw. Kesemua perawi ini termasuk orang-orang kuat, maka tidak heran Nasirudin Al Albany mensohihkan hadis tersebut sebagaimana yang di tulis dalam Al Silsilah Al Sahihnya.
Namun tidak semua riwayat hadis tesebut sahih. Ada riwayat-riwayat lain yang melemahkan hadis ini. Muhamad bin Abdullah bin Bahadir dalam bukunya al la’ali al mantsuroh fil ahadits al masyhuroh menulis
الحديث الرابع والثلاثون قيلوا فإن الشياطين لا تقيل اخرجه الطبراني من جهة يزيد بن ابي خالد الدالاني عن اسحاق بن عبد الله بن ابي طلحة عن انس بن مالك قال قال رسول الله ص فذكره
وقال لم يروه عن ابي خالد الا كثير ابن مروان
Diriwayatkan dari Al Thobroni dari Yazid bin Abi Kholid al Dalani dari Ishak dari Abdillah bin Abi Tholhah dari anas bin Malik dari Rasulullah Saw.
Pada riwayat tersebut ada nama katsir bin marwan. Banyak para Ulama’ yang melemahkan katsir bin marwan. Muhamad bin Darwisy dalam bukunya asna al mathalib fii ahadits mukhtalifah al maraatib menyebutnya tukang pembohong. Ibnu Thohir Al Muqoddasi dalam kitabnya ma’rifat al tadzkirah menulis matruk al hadis (orang yang ditinggalkan hadisnya).
Untuk lebih lanjut………..
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihathadits&id=72
Para Ulama’ kemudian berbeda pandangan dalam mengambil sikap. Sebagian orang menghukumi sunnah bahkan mustahab secara mutlak (dengan pandangan bahwa derajat mustahab di atas sunnah).
Namun pandangan ini juga mengandung kelemahan. Pertama, sunnah adalah sesuatu yang dilakukan nabi (versi kaum fuqaha’), secara otomatis mustahab menjadi perbuatan nabi yang sering dilakukan. Implikasinya, akan ada banyak riwayat yang beredar di antara sahabat, tabi’in maupun tabi’it tabi’in seputar tidur siang. Toh kenyataanya, hadis tentang tidur siang (sebatas yang kami ketahui) hanya berputar pada teks sebagaimana di atas.
Kedua, sunnah adalah sebuah perkara yang sering dilakukan bahkan menjadi idol Ulama’ulama’ zaman dulu. Namun Syamsuddin Abu Abdillah Muhamad bin Muflih Al Muqoddasi menyatakan dalam kitabnya al adab al syar’iyyah bahwa nilai keafdlolan tidur siang sangat nampak jika dilakukan pada musim panas. Pendapat ini bahkan bahkan secara dlohir diambil dari Imam Ahmad sendiri. Meskipun secara umum kita tidak menafikan kemungkinan-kemungkinan lain.
Sebagian Ulama’ yang lain menyatakan bahwa hukum asal tidur siang adalah mubah. Tetapi bisa menjadi sunnah saat seseorang memiliki niat beribadah pada malam harinya. Salah satu cendekiawan yang berkata seperti ini adalah Abu Thalib Muhamad bin Ali dalam kitabnya quut al qulub. Pendapat yang sama juga dilontarkan Muhamad bin Ahmad bin Salim Al Safarini Al Hambali dalam bukunya ghidza’ al albab syarh mandzumat al adab. Beliau bahkan membuat bahasan khusus mengenai al qo’ilah berikut riwayat hadis dan variasi makna tersebut.
Saya sendiri cenderung menyetujui pendapat terakhir. Kesamaan tidur siang dengan perkara-perkara mubah lain seperti makam, minum, berjalan, etc…menjadi salah satu alasan yang masuk akal. Sebagaimana kita menganggap makan dan minum adalah perkara mubah dan hanya mendapat porsi di hadapan Allah Swt saat niat hal yang sama juga terjadi pada tidur siang

والله أعلم